Selasa, 25 Mei 2010

Mereka Juga Bisa Berprestasi

Kendati memiliki beberapa kelainan, penyandang autisme bisa meraih prestasi seperti orang-orang normal, bahkan melebihinya. Oscar Yura Dompas merupakan salah satu contoh nyata.
Setiap 2 April, seluruh dunia memperingati Hari Autisme Internasional. Sejak 2008, PBB sengaja mendeklarasikannya untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap penyandang autisme.Pasalnya, secara statistik, jumlah penyandang autisme di seluruh dunia terus meningkat. Namun, masyarakat masih sering mengabaikan perlunya perhatian yang besar pada permasalahan yang satu ini.
Peningkatan penyandang autisme, selain meningkatnya faktor lingkungan dunia yang buruk sehingga mengganggu fungsi saraf, disebabkan pula terlambatnya penanganan yang serius terhadap para penderita.Kekurangtahuan itu menjadi masalah yang tak kunjung usai. Seperti diketahui, autisme merupakan suatu kondisi yang mengenai satu individu, entah sejak masa kelahiran atau saat memasuki usia balita.Kelainan itu membuat individu tersebut tidak dapat menjalin hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Tentunya karena tidak dapat menjalin hubungan dan komunikasi yang normal, anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk ke dunia repetitif (perulangan). Aktivitas dan minat dari individu itu juga lebih obsesif.
Menurut Ketua Yayasan Bina Autis Mandiri, Muniyati Ismael, anak penyandang autisme bisa disembuhkan dengan penanganan yang sabar dan bertahap. "Pembinaan harus dilaksanakan secara berkelanjutan, jangan setengah-setengah, supaya mental mereka semakin normal," ujarnya.Untuk itu, lanjut Muniyati, dibutuhkan sebuah lembaga, atau setidaknya individu lain, yang selalu setia mendampingi dan mengajarkan apa pun berkaitan dengan kemampuan komunikasi.Melatih anak autisme diperlukan kesabaran tingkat tinggi agar semua pelajaran yang diberikan bisa diterima secara penuh oleh para penyandangnya. Tetapi yang pasti, tingkat penalaran terhadap apa yang diberikan sangat bergantung pada kemampuan individu masing-masing. Karena setiap penyandang autisme memiliki karakter berbeda-beda.
Pada dasarnya, banyak cara untuk "menyembuhkannya" Namun selama ini, yang paling disarankan para ahli adalah dengan memberikan terapi dini sebelum individu autistik berusia tiga tahun.Ini dikarenakan kelainan autistik sering kali tidak hanya berkaitan dengan kelainan saraf motorik, namun semua bagian dalam tubuh turut berperan. Pendekatan holistik menjadi suatu solusi yang terus ditekankan.

Bukan Penyakit
Namun, ditambahkan Adriana Ginanjar, psikolog spesialis autisme, penyandang autisme hendaknya tidak dipandang sebagai orang berpenyakit. "Mereka hanya mengalami disfungsi perkembangan yang lain dari anak normal," papar Adriana.jadi, arti kata kesembuhan dirasa kurang tepat untuk para penyandang autisme. Kemampuan mereka beradaptasi dan menyatu dengan lingkungan sosial sudah dianggap sebagai suatu "kesembuhan" yang nyata.Terkadang, karena kemampuan yang berbeda dengan anak normal, banyak kalangan menyarankan untuk memfokuskan anak autisme pada satu bidang tertentu alias ter-spesialisasi.
Menurut Adriana, untuk mengetahui minat dan hobi anak autisme, diperlukan pengenalan terlebih dahulu pada semua aktivitas yang bisa menjadi pilihan mereka. "Pendekatan itu dinamakan multiple inteligent activity" jelas ibu yang anak sulungnya juga penyandang autisme itu.Multiple inteligent activity merupakan sebuah wadah perkenalan dengan berbagai aktivitas yang biasa dilakukan anak normal lainnya. Kegiatan seperti berolah raga, bermain musik, melukis, atau mengutak-atik komputer menjadi fokus perkenalan untuk melihat minat dan hobi si anak.
Perlu diperhatikan, otak pada tiap individu autistik berbeda-beda. Ada yang dengan sendirinya mampu mengetahui keinginannya untuk mencoret-coret, lalu bisa dengan mudah dispesialisasikan pada kegiatan menggambar. Tetapi ada juga yang tidak mampu menunjukkan minat beraktivitas sama sekali. Terutama pada penyandang autisme nonverbal. Pada kasus seperti ini, pendamping harus mendeteksi satu per satu kapasitas intelegensi dari penyandang autisme.Jika hingga akhir pendeteksian anak belum menunjukkan minatnya, pendamping bertugas memperkenalkan aktivitas pendukung kemajuan tingkat penyembuhan autisme. "Semua harus melalui proses," jelas Adriana.
Dyah Puspita, Sekretaris Yayasan Autisma Indonesia (YAI), menambahkan sering kali anak autistik yang dianggap berprestasi karena mampu mengungguli anak normal dibangga-banggakan. "Namun jangan disamakan prestasi yang diciptakan penyandang autisme dengan anak normal pada umumnya," jelas Dyah.Menurut Dyah, hanya satu-dua penyandang autisme yang berprestasi. Dan prestasi itu sama seperti yang dapat diraih anak normal pada umumnya. Keistimewaan itu juga hendaknya tidak dijadikan indikator bahwa mereka akan mampu berkompetisi dengan anak normal.

Membantu Mandiri
Menyenangkan tentunya melihat banyak siswa autistik dapat berprestasi. Ambil contoh kasus Oscar Yura Dompas, 29 tahun, yang mampu menyabet gelar sarjana Sastra Inggris dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Katolik Atma laya, lakarta.
Prestasi Oscar terbilang luar biasa. Dia berhasil mempertahankan tugas akhir penulisan ilmiahnya berjudul Plot Analyzes of Erich Maria Remarques AU Quiet On The Western Front. Bahkan satu buku lahir dari buah pikirannya yang berjudul Autistic Journey pada 2004. Belum cukup sampai di situ, sebuah naskah film akan lahir dari tangannya.Sang ayah, Jeffrey Dompas, meyakini bahwa orang tua berperan signifikan dalam perkembangan kemampuan si anak. Hal itu diamini Adriana.
Peran keluarga, sekolah, dan lingkungan menjadi titik sentral kemampuan anak tersebut dapat mencapai kenormaian yang diinginkan. "Ada individu autisme nonverbal yang susah masuk ke sekolah umum. Untuk itu, penyandang autisme jenis ini harus masuk ke sekolah khusus," ulasnya.Begitu pula dalam lingkungan sehari-hari. Orang tua harus mulai mendorong dan mengajarkan kemandirian agar sang anak yang terus beranjak dewasa dapat mengurus dirinya sendiri.Model pembelajaran seperti berbelanja sendiri, mengajar mengetik, membuka akun sendiri di bank, dan berbagai kegiatan rutinitas sehari-hari menjadi elemen utama yang harus dikuasai. Ini merupakan salah satu keterampilan yang dapat diandalkannya dalam mencapai tingkat kemandirian.
Di samping itu, Adriana berharap pemerintah lebih peduli mengenai permasalahan autisme. Hal itu bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya menyediakan wadah bengkel kerja khusus penyandang autisme.Orang tua juga tidak berkeberatan jika mereka harus memberikan uang saku rutin, yang diibaratkan sebagai gaji kepada penyandang autisme ini. Tempat itu juga bisa dikonsepkan sebagai asrama. Dengan tinggal bersama, anak yang hidup dengan autisme ini diharapkan dapat lebih mandiri saat dewasa nanti. hag/L-3

Sumber : http://bataviase.co.id/node/159149

Tidak ada komentar:

Posting Komentar