Selasa, 25 Mei 2010

Memanusiakan Anak Autistik

INILAH.COM, Jakarta Tidak ada orangtua yang ingin anaknya lahir dalam keadaan cacat atau menderita kelainan. Tapi, bila itu terjadi, apa yang harus dilakukan? Penerimaan dan penanganan yang tepat dapat meminimalisasi dampak negatifnya. Sikap yang sama berlaku bagi anak autis.
Penanganan anak autis memang cukup berat, karena membutuhkan strategi yang berbeda dengan anak lain pada umumnya. Selain tidak mampu bersosialisasi, penderita autis tidak dapat mengendalikan emosinya. Ia hanya tertarik kepada aktivitas mental dirinya sendiri.
Kelainan ini juga menyebabkan perkembangan anak penyandang autis tertinggal jauh dibanding anak normal seusianya. Bahkan tidak mustahil anak autis akan menjadi abnormal selamanya, bila tidak mendapat penanganan, pendidikan, dan perlakuan yang serius.
Ketua Yayasan Autisma Indonesia Melly Budhiman mengatakan, selama ini pemerintah belum memberi perhatian kepada anak-anak yang terkena autis. Karena itu, para orangtua harus berjuang sendiri mengembangkan anaknya.
Sayangnya, terapi yang harus dijalani anak-anak autis ini harus dijalankan dengan intensif. Biayanya pun mahal, sehingga sering tidak terjangkau oleh masyarakat bawah. "Tidak jarang para orangtua habis-habisan menjual hartanya demi kesembuhan anaknya," ujarnya.
Ketidakpedulian pemerintah terlihat dari belum jelasnya jumlah penyandang autis di Indonesia. Apalagi, jumlah mereka belum tertangani, yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Lalu bagaimana mau menangani, bila data penderitanya pun masih belum diketahui?
Penelitian menunjukkan jumlah penderita autisme meningkat dari tahun ke tahun. Pada 1987, ratio penderita autisme 1:5.000. Ini berarti, di antara 5.000 anak, ada satu anak autistik.
Angka ini meningkat tajam, menjadi 1:500 pada 1997, kemudian jadi 1:150 pada 2000. Para ahli memperkirakan pada 2010 mendatang penderita autis akan mencapai 60% dari keseluruhan populasi di dunia. Sekitar 80%, gejala autis terdapat pada anak laki-laki.
Bila dilihat per negara, di Amerika autisme dialami dengan perbandingan 1:150 anak. Angka di Inggris juga menyentak, 1: 100 anak. Di negara-negara Asia, angka kejadian autisme meningkat pesat. Begitu juga di Afrika. Melihat itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan 2 April sebagai World Autism Day.
Autis berasal dari kata auto yang berarti 'berdiri sendiri'. Istilah autis pertama kali diperkenalkan Leo Kramer pada 1943. Ketika itu ia mendapati gejala aneh pada seorang anak yang terlihat acuh terhadap lingkungan dan cenderung menyendiri. Seakan ia hidup dalam dunia yang berbeda. Kramer kemudian mempelajarinya. Itu sebabnya, autis juga dikenal dengan Syndrom Kramer.
Ada tiga karakter yang menunjukkan seseorang menderita autis. Pertama, social interaction, yaitu kesulitan dalam melakukan hubungan sosial.
Kedua, social communication, yaitu kesulitan dengan kemampuan komuniskasi secara verbal dan nonverbal. Sebagai contoh, sang anak tidak mengetahui arti gerak isyarat, ekspresi wajah, ataupun penekanan suara.
Karakter yang terakhir adalah imagination, yaitu kesulitan untuk mengembangkan permainan dan imajinasinya.
Julianita Gunawan, seorang peneliti autis, mengatakan ciri-ciri gejala autisme nampak dari gangguan perkembangan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, perilaku, emosi, dan sensoris. Secara umum, anak autis dikatakan sembuh, bila mampu hidup mandiri, berperilaku normal, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan lancar, serta memiliki pengetahuan akademis yang sesuai anak seusianya.
Gejala pada anak autis, biasanya sudah tampak sebelum anak berumur tiga tahun. Cirinya, tidak ada kontak mata dan tidak menunjukkan tanggapan terhadap lingkungan.
Pada sebagian anak, gejalanya dapat diketahui sejak anak lahir, disebut dengan Autistik Infantil. Ibu yang memperhatikan perkembangan anaknya, dapat mengetahui perbedaan si anak saat berusia satu tahun dari tatapan matanya. Sedangkan, sebelum usia tiga tahun, gejalanya dapat dilihat dari kurangnya interaksi sosial, cara berbicara, cara main yang monoton.
Penanganan kelainan ini diakui banyak pihak sangatlah sulit. Harus dibentuk penanganan menyeluruh yang terdiri atas orangtua, guru, terapis, dan keluarga. Semua ini harus diarahkan untuk membangun kemampuan anak bersosialisasi dan berbicara.
Penanganan oleh institusi profesional akan sangat membantu. Selain demi kemajuan penderita, konseling institusi ini akan dibutuhkan pihak keluarga untuk mendapatkan informasi, sekaligus menghilangkan perasaan bersalah atau merasa masalah ini adalah aib yang harus ditutupi.
Melalui Hari Autisme Internasional, diharapkan pemerintah dapat berperan serta dalam mensosialisasikan pengetahuan dan mempermudah akses informasi tentang autis kepada masayarakat.
Karena dengan intervensi dini yang tepat dan optimal, seorang anak penyandang autisme dapat pulih dan hidup normal di tengah masyarakat.[P1]

Sumber ; http://www.inilah.com/berita/gaya-hidup/2008/03/29/20316/memanusiakan-anak-autistik/

Kisah 2 Anak Istimewa Berprestasi

Jari-jarinya bergerak lincah mencoret-coret kertas dengan pensil. Tak sampai 30 menit, sebuah sketsaperspektif dengan obyek kereta api (KA) pun selesai ia buat. Ya, Arya Dwi Pramudita (13) memang sangat piawai menggambar, khususnya gambar dengan obyek KA. Sekilas, tak ada yang bakal menduga ia adalah anak dengan autis.
Arya juga sangat terobsesi pada KA. Hampir semua lukisannya berobyek KA, termasuk lukisan cat minyak di atas kanvas. Minat dan bakat melukis Arya mulai terlihat sejak kecil.
Ketika TK, ia hobi menggambar di tembok. "Saya kasih kertas, tapi karena kurang besar, akhirnya ia corat-coret tembok rumah. Makin besar, gambarnya makin matang dan teknis. Dia bisa menggambar perspektif KA dengan baik, padahal enggak pernah diajarin," kata sang ibunda, Dr. Kristina Wardhani (48).
Di usia 2-3 tahun, Arya sudah bisa membikin segitiga lurus tanpa menggunakan penggaris, juga lingkaran bulat yang kedua ujungnya bertemu. Menurut Kristin, umumnya, anak-anak seperti Arya memang tak pernah punya permintaan. "Kalau bukan kita yang aware, jeli melihat potensinya, mereka bakal terlantar."
Suatu ketika, Kristina melihat Arya memencet-mencet keyboard. "Saya pikir, mungkin ia suka keyboard. Saya masukkan dia ke sekolah musik sampai ikut konser segala. Tapi sampai satu titik, ia jenuh dan berhenti. Ya sudah, saya nggak mau memaksa. Kemudian Ia menekuni gambar lagi.
Makanya saya masukkan ia ke kursus." Kristina hanya ingin melatih motorik sekaligus menyalurkan bakat Arya. "Melukis itu kan, bisa melatih motorik dan konsentrasi. Kalau itu sudah tercapai, terserah dia, apakah akan menjadikannya sebagai jalan hidupnya kelak," kata dokter yang meninggalkan tugas kedinasan demi merawat Arya.
Sayangnya, kebanyakan kursus melukis ternyata diperuntukkan bagi anak-anak normal. "Sementara Arya kalau sudah punya satu konsep, enggak bisa dibelokkan. Disuruh gambar ikan, ia menggambar kereta api. Disuruh gambar laut, menggambar laut, tapi di dalamnya tetap ada KA-nya," lanut Kristina tertawa.
Dua tahun lalu, barulah Kristina menemukan guru menggambar yang tepat buat Arya. "Begitu melihat gambar Arya, gurunya langsung bilang ‘Kita langsung pakai cat minyak saja, Bu.
Dia sudah menguasai tekniknya, saya nggak mau buang-buang waktu." Belakangan, setelah masuk SMP, Arya mogok enggak mau melukis di atas kanvas lagi. "Melukis di kanvas butuh waktu, katanya. Kalau sketsa, ia masih terus bikin."
Sekarang, siswa kelas 7 SMP Al Azhar 6 Jakapermai, Bekasi, ini juga mulai tertarik bergaul dengan teman sebayanya. Bagi Kristina, inilah yang ia tunggu-tunggu. "Sebelumnya, ia susah bergaul dengan anak sebaya. Selalu mencari anak yang lebih tua.
Mungkin karena lebih bisa ngemong, ya. Ia tak pernah bisa masuk ke kelompok sebayanya. Pola berbahasa Arya sangat baku, beda dengan bahasa anak ABG. Anak lain suka HP, dia tidak. Lebih ke teknologinya. Yang lain suka game komputer, dia tidak. Tapi, bacaannya majalah CHIP. Kan, enggak nyambung."
Nah, setelah SMP, ternyata ia mulai bisa bercanda dengan teman sebaya. "Bisa mulai pakai kata-kata "lu - gue," mulai menyerap idiom anak-anak sebayanya. Buat saya ini sign positif, karena ini berarti ia tidak terlalu jauh dengan anak sebaya, meski tidak akan sama."
MODIFIKASI TERAPI
Kristina sendiri mulai mendeteksi kelainan Arya ketika Arya berusia 20 bulan. Kecurigaan Kristina muncul begitu mendapati kepandaian bicara Arya lenyap. "Itu muncul setelah Arya dapat vaksin MMR di usia 15 bulan. Mungkin sudah ada kecenderungan kelainan genetis, sel-sel otaknya sangat sensitif terhadap merkuri. Begitu dapat MMR, ia berhenti ngoceh."
Curiga, Kristina langsung ke dokter. Waktu itu Kristina belum yakin Arya punya kelainan. "Saya cari di internet. Tapi, makin ke sini, kok, makin aneh. Ia selalu menghindari keramaian, takut suara bising. Saya bawa tes terapi wicara. Dicurigai autisma, tapi IQ-nya di atas rata-rata. Ini membuat saya agak tenang karena bukan jenis yang retarded." Ketika di-EEG, gambaran gelombang otaknya memang sangat tidak normal.
Setelah itu, Kristina bertemu dr. Melly Budhiman."Kami juga dikonsul. Kami bilang, tidak akan melihat ke belakang, tapi akan melihat ke depan. Kebanyakan orang tua tidak mau menerima kenyataan anaknya autis. Saya memang syok, tapi saya pikir, pasti ada pemecahannya. Sembuh mungkin tidak, tapi membaik bisa.
Saya tidak mau mencari penyebabnya, tidak mau menoleh ke belakang." Apalagi, sang suami, Ir. Sigit Sumaryanto, waktu itu baru kena PHK. "Daripada uang habis untuk mencari penyebabnya, mendingan buat invest, buat terapi dan masa depan dia," lanjut Kristina panjang lebar.
Setelah terapi di kelas, Kristina mulai memodifikasi sendiri terapi di rumah. "Menangani anak seperti ini harus dengan manajemen. Semua anggota keluarga adalah terapis.
Kebetulan kakaknya kuliah psikologi, jadi membantu. Di sekolah, teman-teman dan orangtua murid lain saya minta ikhlas menerima kondisi Arya dan membantu. Jadi, saya merasa tidak harus selalu hadir di samping dia."
Tempat terapi bisa di mana saja. "Ia takut keramaian, kami bawa ia ke mal dari sebelum buka sampai mal dalam keadaan ramai. Lama-lama ia terbiasa. Ia takut air, kami ajak ia 2 minggu sekali ke Anyer. Ia selalu bilang, air akan menjatuhi dirinya. Kalau di kamar mandi, ia selalu menjerit-jerit."
Lantas, kenapa Arya terobsesi kereta api? "Sejak kecil, memang. Rumah eyangnya di Yogya kebetulan dekat dengan depo KA. Nah, waktu kecil ia suka diajak pulang ayahnya," kata Kristina. Meski terobsesi KA, ternyata Arya tidak suka naik KA. "Kalau di kereta, ia gelisah. Begitu sampai di stasiun, ia langsung turun untuk melihat KA-nya. Ia lebih suka berada di luar KA karena ia bisa melihat sosok KA-nya," kata Kristina yang hampir setiap tahun mengajak Arya ke Museum KA di Ambawara.
Arya juga tak menyukai mainan KA. Ia lebih suka buku tentang KA. "Ia juga langgganan majalah KA. Belakangan, ia suka mengomentari kebijakan PT KAI," kata Kristina. Ketika ditanya cita-citanya, Arya tegas menjawab, "Pengin mengabdikan diri di KAI."

Hasto Prianggoro
Sumber : http://default.tabloidnova.com/article.php?name=/kisah-2-anak-istimewa-berprestasi-2&channel=news

Mereka Juga Bisa Berprestasi

Kendati memiliki beberapa kelainan, penyandang autisme bisa meraih prestasi seperti orang-orang normal, bahkan melebihinya. Oscar Yura Dompas merupakan salah satu contoh nyata.
Setiap 2 April, seluruh dunia memperingati Hari Autisme Internasional. Sejak 2008, PBB sengaja mendeklarasikannya untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap penyandang autisme.Pasalnya, secara statistik, jumlah penyandang autisme di seluruh dunia terus meningkat. Namun, masyarakat masih sering mengabaikan perlunya perhatian yang besar pada permasalahan yang satu ini.
Peningkatan penyandang autisme, selain meningkatnya faktor lingkungan dunia yang buruk sehingga mengganggu fungsi saraf, disebabkan pula terlambatnya penanganan yang serius terhadap para penderita.Kekurangtahuan itu menjadi masalah yang tak kunjung usai. Seperti diketahui, autisme merupakan suatu kondisi yang mengenai satu individu, entah sejak masa kelahiran atau saat memasuki usia balita.Kelainan itu membuat individu tersebut tidak dapat menjalin hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Tentunya karena tidak dapat menjalin hubungan dan komunikasi yang normal, anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk ke dunia repetitif (perulangan). Aktivitas dan minat dari individu itu juga lebih obsesif.
Menurut Ketua Yayasan Bina Autis Mandiri, Muniyati Ismael, anak penyandang autisme bisa disembuhkan dengan penanganan yang sabar dan bertahap. "Pembinaan harus dilaksanakan secara berkelanjutan, jangan setengah-setengah, supaya mental mereka semakin normal," ujarnya.Untuk itu, lanjut Muniyati, dibutuhkan sebuah lembaga, atau setidaknya individu lain, yang selalu setia mendampingi dan mengajarkan apa pun berkaitan dengan kemampuan komunikasi.Melatih anak autisme diperlukan kesabaran tingkat tinggi agar semua pelajaran yang diberikan bisa diterima secara penuh oleh para penyandangnya. Tetapi yang pasti, tingkat penalaran terhadap apa yang diberikan sangat bergantung pada kemampuan individu masing-masing. Karena setiap penyandang autisme memiliki karakter berbeda-beda.
Pada dasarnya, banyak cara untuk "menyembuhkannya" Namun selama ini, yang paling disarankan para ahli adalah dengan memberikan terapi dini sebelum individu autistik berusia tiga tahun.Ini dikarenakan kelainan autistik sering kali tidak hanya berkaitan dengan kelainan saraf motorik, namun semua bagian dalam tubuh turut berperan. Pendekatan holistik menjadi suatu solusi yang terus ditekankan.

Bukan Penyakit
Namun, ditambahkan Adriana Ginanjar, psikolog spesialis autisme, penyandang autisme hendaknya tidak dipandang sebagai orang berpenyakit. "Mereka hanya mengalami disfungsi perkembangan yang lain dari anak normal," papar Adriana.jadi, arti kata kesembuhan dirasa kurang tepat untuk para penyandang autisme. Kemampuan mereka beradaptasi dan menyatu dengan lingkungan sosial sudah dianggap sebagai suatu "kesembuhan" yang nyata.Terkadang, karena kemampuan yang berbeda dengan anak normal, banyak kalangan menyarankan untuk memfokuskan anak autisme pada satu bidang tertentu alias ter-spesialisasi.
Menurut Adriana, untuk mengetahui minat dan hobi anak autisme, diperlukan pengenalan terlebih dahulu pada semua aktivitas yang bisa menjadi pilihan mereka. "Pendekatan itu dinamakan multiple inteligent activity" jelas ibu yang anak sulungnya juga penyandang autisme itu.Multiple inteligent activity merupakan sebuah wadah perkenalan dengan berbagai aktivitas yang biasa dilakukan anak normal lainnya. Kegiatan seperti berolah raga, bermain musik, melukis, atau mengutak-atik komputer menjadi fokus perkenalan untuk melihat minat dan hobi si anak.
Perlu diperhatikan, otak pada tiap individu autistik berbeda-beda. Ada yang dengan sendirinya mampu mengetahui keinginannya untuk mencoret-coret, lalu bisa dengan mudah dispesialisasikan pada kegiatan menggambar. Tetapi ada juga yang tidak mampu menunjukkan minat beraktivitas sama sekali. Terutama pada penyandang autisme nonverbal. Pada kasus seperti ini, pendamping harus mendeteksi satu per satu kapasitas intelegensi dari penyandang autisme.Jika hingga akhir pendeteksian anak belum menunjukkan minatnya, pendamping bertugas memperkenalkan aktivitas pendukung kemajuan tingkat penyembuhan autisme. "Semua harus melalui proses," jelas Adriana.
Dyah Puspita, Sekretaris Yayasan Autisma Indonesia (YAI), menambahkan sering kali anak autistik yang dianggap berprestasi karena mampu mengungguli anak normal dibangga-banggakan. "Namun jangan disamakan prestasi yang diciptakan penyandang autisme dengan anak normal pada umumnya," jelas Dyah.Menurut Dyah, hanya satu-dua penyandang autisme yang berprestasi. Dan prestasi itu sama seperti yang dapat diraih anak normal pada umumnya. Keistimewaan itu juga hendaknya tidak dijadikan indikator bahwa mereka akan mampu berkompetisi dengan anak normal.

Membantu Mandiri
Menyenangkan tentunya melihat banyak siswa autistik dapat berprestasi. Ambil contoh kasus Oscar Yura Dompas, 29 tahun, yang mampu menyabet gelar sarjana Sastra Inggris dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Katolik Atma laya, lakarta.
Prestasi Oscar terbilang luar biasa. Dia berhasil mempertahankan tugas akhir penulisan ilmiahnya berjudul Plot Analyzes of Erich Maria Remarques AU Quiet On The Western Front. Bahkan satu buku lahir dari buah pikirannya yang berjudul Autistic Journey pada 2004. Belum cukup sampai di situ, sebuah naskah film akan lahir dari tangannya.Sang ayah, Jeffrey Dompas, meyakini bahwa orang tua berperan signifikan dalam perkembangan kemampuan si anak. Hal itu diamini Adriana.
Peran keluarga, sekolah, dan lingkungan menjadi titik sentral kemampuan anak tersebut dapat mencapai kenormaian yang diinginkan. "Ada individu autisme nonverbal yang susah masuk ke sekolah umum. Untuk itu, penyandang autisme jenis ini harus masuk ke sekolah khusus," ulasnya.Begitu pula dalam lingkungan sehari-hari. Orang tua harus mulai mendorong dan mengajarkan kemandirian agar sang anak yang terus beranjak dewasa dapat mengurus dirinya sendiri.Model pembelajaran seperti berbelanja sendiri, mengajar mengetik, membuka akun sendiri di bank, dan berbagai kegiatan rutinitas sehari-hari menjadi elemen utama yang harus dikuasai. Ini merupakan salah satu keterampilan yang dapat diandalkannya dalam mencapai tingkat kemandirian.
Di samping itu, Adriana berharap pemerintah lebih peduli mengenai permasalahan autisme. Hal itu bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya menyediakan wadah bengkel kerja khusus penyandang autisme.Orang tua juga tidak berkeberatan jika mereka harus memberikan uang saku rutin, yang diibaratkan sebagai gaji kepada penyandang autisme ini. Tempat itu juga bisa dikonsepkan sebagai asrama. Dengan tinggal bersama, anak yang hidup dengan autisme ini diharapkan dapat lebih mandiri saat dewasa nanti. hag/L-3

Sumber : http://bataviase.co.id/node/159149

Anak Berbakat yang Sulit Belajar, Kenali Ciri-cirinya!

JAKARTA, KOMPAS.com - Sulit dipercaya, bahwa anak berbakat yang memiliki kemampuan otak berbakat (gifted brain) juga bisa menunjukkan ketidakmampuan (disability). Bagaimana ciri-cirinya?
Menurut Guru Besar Luar Biasa Program Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Conny R Setiawan, hal itu memang sulit dipercaya kendati sebetulnya banyak terjadi.
Dalam buku yang ditulisnya berjudul 'Kreatifitas Keberbakatan: Mengapa, Apa, dan Bagaimana?', Conny mengatakan, hal tersebut sebenarnya memberikan indikasi, bahwa kekuatan dan kelemahan seseorang (anak) terletak dalam bidang yang berbeda dan membuat mereka disebut pembelajar paradoks (paradoxical learner).
Conny menuturkan, terdapat kesenjangan dalam berbagai kinerja sekolah yang dapat diamati secara nyata, sehingga anak-anak tersebut dapat dikenal sebagai siswa yang memiliki kemampuan dua kali lebih luar biasa (twice exceptional student). Mereka adalah siswa berbakat yang juga memiliki a learning disability.
Para siswa tersebut, kata Conny, memiliki kemampuan tinggi pada bidang tertentu, namun sekaligus juga memiliki kelemahan dalam bidang lain yang berbeda. Conny mengelompokkan siswa ini dalam tiga kelompok, yaitu:

  • Anak Berbakat sekaligus Learning Disabled.
Kelompok ini adalah kelompok para siswa berbakat yang memperlihatkan kesulitan belajar dalam bidang tertentu. Mereka merasa kurang memiliki harga diri dan sering disebut underachiever, karena sering tidak dikenal sebagai anak berbakat dan rendah motivasi belajarnya. Biasanya, kelompok ini ditempatkan di kelas yang memiliki kesulitan belajar, karena mereka sering juga menunjukkan sifat yang malas.

  • Tidak Pernah Teridentifikasi sebagai Anak Berbakat
Disebut tidak teridentifikasi, karena antara kemampuan dan ketidakmampuannya sama-sama saling menutupi, sehingga potensi sesungguhnya tidak pernah terwujud. Kelompok ini kerap dianggap berprestasi rata-rata dan merupakan kelompok terbesar di antara kelompok lainnya.

  • Anak Berbakat yang Kemampuannya Benar-benar Tidak Teridentifikasi
Kelompok ini betul-betul sulit dikenali dengan baik kinerja intelektualnya. Sebaliknya, mereka pun kerap tidak terlayani kebutuhannya sebagai anak berbakat.

 Instrumen Khusus
Menurut Conny, ciri utama ketiga sub kelompok ini adalah masalah sosial dan emosional yang sifat antara satu dan lainya tidak saling berkaitan. Bahkan ditemukan, bahwa dua sampai sepuluh persen anak berbakat cenderung memiliki kesulitan belajar.
"Diperlukan suatu instrumen khusus bagi kelompok ini, sebab sering sekali keberbakatannya tertutupi oleh kesulitan belajarnya," ujar Conny.
Conny menambahkan, minimnya sumber pengetahuan orang tua atau pendidik akan hal ini menjadikan mereka sangat kurang pengalaman untuk mengenali adanya perbedaan antara keberbakatan dan ketidakmampuannya.

Sumber : http://edukasi.kompas.com/read/2009/10/20/15104619/anak.berbakat.yang.sulit.belajar.kenali.ciri-cirinya...

Ani Yudhoyono Buka Konser Anak Berkebutuhan Khusus

Jakarta (ANTARA News) - Ani Yudhoyono membuka konser anak berkebutuhan khusus yang digelar oleh Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) bekerjasama dengan Departemen Kesehatan di Ruang Flores, Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis malam.
Konser anak berkebutuhan khusus menghadirkan Tari Saman oleh anak bertalenta khusus Yayasan Pendidikan Anak Cacat (YPAC), permainan angklung oleh anak-anak pengidap `down syndrome`, serta acara utama konser piano anak berkebutuhan khusus dari Korea Selatan, Hee Ah Lee.
Hee Ah Lee sejak lahir hanya memiliki empat jari dan mengidap `ectrodoctyly`, atau dikenal dengan sindrome capit lobster. Hee Ah Lee berhasil menunjukkan kekuatan keyakinan dengan kemampuannya bermain piano. Pada usia 23 tahun, ia sudah mengadakan 17 kali pertunjukan di berbagai negara.
Menurut ketua panitia konser, Amdani Hendarman Supanji, konser anak berkebutuhan khusus itu diadakan untuk memberi inspirasi kepada orang tua, terutama yang memiliki anak berkebutuhan khusus, agar anak mereka pun bisa berkembang dan memiliki cita-cita.
Konser itu juga diadakan untuk menggalang dana bagi pusat-pusat rehabilitasi atau yayasan yang membina anak-anak berkebutuhan khusus.
Pada acara itu, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, memberikan sumbangan dari Departemen Kesehatan kepada tujuh panti atau yayasan anak berkebutuhan khusus.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dari anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik.
Anak yang termasuk golongan itu adalah tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak anak dengan gangguan kesehatan.(*)
COPYRIGHT © 2009

Sumber : http://www.antara.co.id/berita/1249572540/ani-yudhoyono-buka-konser-anak-berkebutuhan-khusus

Dukungan Tulus bagi Anak Berkebutuhan Khusus

KOMPAS.com - Sam Dawson adalah seorang pria penyandang autisme yang secara mandiri menjalani hidupnya dan bekerja pada sebuah kedai kopi. Menariknya, hidup Sam pun berubah saat memiliki anak. Walaupun memiliki keterbatasan, dia terus berdedikasi menjadi ayah yang baik, yang mampu membesarkan anaknya dengan upaya dan perjuangan keras.
Itulah cerita I am Sam, film keluarga yang dirilis tahun 2001 dan dibintangi Sean Penn, aktor kawakan Amerika. Ceritanya mampu menggambarkan bagaimana seorang penyandang autisme hidup berdampingan dengan masyarakat bahkan mampu bersosialisasi. Anak autisme atau berkebutuhan khusus, bisa mandiri apabila orang-orang di sekitarnya mau menerima dan mendukungnya.

Definisi
Menurut situs Yayasan Autisme Indonesia, autisme bukanlah penyakit, tapi merupakan gangguan perkembangan kompleks yang gejalanya harus sudah muncul sebelum anak berusia 3 tahun. Gangguan neurologi pervasif ini terjadi pada aspek neurobiologis otak dan memengaruhi proses perkembangan anak. Akibatnya, anak tidak dapat otomatis belajar berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga dia seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri.
Dari tahun ke tahun, jumlah anak penyandang autisme terus bertambah di dunia. Tidak pandangan suku, ras, etnis, kelompok masyarakat, dan perbedaan fisik, autisme bisa terjadi pada siapa pun. Seperti informasi dari situs Autismworld, diperkirakan setiap hari ada 50 anak yang terdiagnosa autisme. Penyandangnya lebih banyak laki-laki dibanding anak perempuan dengan perbandingan 4:1.

Deteksi Autisme
Observasi perilaku bisa mulai dilakukan saat anak-anak masih berusia dini di bawah umur tiga tahun atau saat bayi sekalipun. Biasanya, para orangtua mulai merasakan ada kejanggalan dibandingkan anak-anak seumurnya. Danny Tania, Program Manager & Acting Principal Linguistic Council, memaparkan bahwa untuk membantu mendeteksi anak mengalami autisme atau tidak, bisa dilihat dari sensory processing disorders, baik berupa over sensitive atau under sensitive.
Anak-anak penyandang autisme umumnya mengalami suatu hambatan dan kerusakan fungsi bagaimana mereka memroses panca indera dari lingkungan sekitar. Akibatnya, anak penyandang autisme cenderung bersikap aneh, misalnya menarik diri, cuek, marah-marah, atau impulsif.

Langkah Tepat
Oleh karena itu, kemampuan orangtua dalam mendeteksi dini akan memberikan pengaruh yang amat bermakna bagi masa depan anak penyandang autisme. Pasalnya, tanggung jawab terbesar dan ikatan emosional dalam membesarkan anak ada di tangan mereka.
Di sinilah, orangtua memerlukan observasi akurat dan perlu melibatkan para pakar di masing-masing bidangnya. Danny menyarankan ada tiga jenis pakar yang sudah berpengalaman dalam menangani anak berkebutuhan khusus seperti autisme, yakni psikolog klinik dengan spesialisasi tumbuh kembang anak, pediatric neurologist dan terapis okupasi.
Orangtua dapat berperan sebagai asisten guru atau asisten sang psikolog. Bahkan saat pembuatan Individualize Education Plan (IEP), mereka bisa memberikan informasi penting untuk anaknya dalam tahap usia tertentu.
Untuk membantu mengasah kemampuan orangtua, mereka dapat mengikuti program pelatihan dan pendidikan kebutuhan khusus yang tersedia di Linguistic Council. Di lembaga ini, tidak hanya para orangtua, tapi guru dan pemerhati bisa mendapatkan keterampilan khusus dan pemahaman yang tepat tentang bagaimana mendeteksi, mengajar, serta membantu anak-anak berkebutuhan khusus. Contohnya autisme, disleksia, ADD/ADHD, dipraksia, atau anak-anak dengan learning difficulties.
"Jangan jauhi anak-anak berkebutuhan khusus, namun dukung mereka agar kelak dapat mandiri, menyesuaikan diri dengan orang-orang dan lingkungan sekitar. Di samping itu, juga dapat memaksimalkan potensinya dan menyumbangkan kemampuannya kepada masyarakat, dalam arti sudah bisa bekerja," ujar Danny menutup pembicaraan.
Sumber : http://female.kompas.com/read/xml/2010/04/07/09511175/Dukungan.Tulus.bagi.Anak.Berkebutuhan.Khusus

Kamis, 13 Mei 2010

Pria Lajang Mudah Kena Stroke

Kompas - Kamis, 13 Mei
KOMPAS.com — Menikahlah, menjadi sehat dan berbahagialah. Para lajang, khususnya pria, ternyata memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke. Demikian kesimpulan sebuah studi yang melibatkan lebih dari 10.000 pria.
Setelah menyisihkan faktor stroke lainnya, pria yang melajang pada tahun 1960-an berisiko hingga 64 persen untuk terkena stroke tiga dekade (30 tahun) kemudian dibandingkan rekan mereka yang menikah. Namun, risiko terkena stroke pada pria yang menikah juga masih tinggi, terutama yang pernikahannya tidak bahagia.
Hasil penelitian yang dipresentasikan dalam konferensi American Stroke Association tahun 2010 itu konsisten dengan berbagai literatur yang menyebutkan bahwa dukungan dari pasangan bisa meningkatkan status kesehatan seseorang.
"Orang yang menikah biasanya lebih peduli pada kesehatan. Mereka lebih sering menemui dokter bila sakit dan cenderung punya pola makan sehat," kata Daniel Lackland, profesor epidemiolog dan neuroscience dari Medical University of South Caroline, AS.
Studi mengenai stroke dan status pernikahan ini dilakukan oleh para ilmuwan di Israel yang melibatkan 10.059 pria yang berpartisipasi dalam Israeli Ischemic Heart Disease Study tahun 1963. Dengan menggunakan catatan kematian, para peneliti mencari rekam jejak kesehatan para responden hingga tahun 1997.
Sekitar 8,4 persen yang melajang pada tahun 1963, baik itu karena masih membujang, bercerai, maupun duda karena istri meninggal, ternyata meninggal karena stroke setelah 34 tahun. Angka itu sedikit lebih besar dibanding orang yang menikah, 7,1 persen.
Hasil analisis juga menunjukkan faktor sosial ekonomi dan faktor risiko lain, seperti kegemukan, hipertensi, dan merokok. Ada atau tidaknya penyakit diabetes dan penyakit jantung pada awal studi juga diperhitungkan.
Kendati penelitian ini hanya melibatkan responden laki-laki, para peneliti mengatakan bahwa risikonya tidak jauh berbeda dibanding perempuan. "Pasangan kita biasanya lebih peduli pada gejala atau tanda penyakit yang kita derita sehingga lebih cepat mendapat perawatan. Akibatnya, risiko terjadinya komplikasi atau stroke yang fatal akan berkurang," urai Lackland.
Sumber : http://id.news.yahoo.com/kmps/20100513/tls-pria-lajang-mudah-kena-stroke-8d16233.html

Plus Minus Melahirkan Dalam Air

By Pipiet Tri Noorastuti, Lutfi Dwi Puji Astuti - Kamis, 13 Mei
VIVAnews - Metode melahirkan di dalam air atau water birth semakin populer dan menjadi tren persalinan. Banyak yang merasakan manfaatnya. Selain mampu mereduksi rasa sakit, persalinan di dalam kolam berisi air hangat juga membuat ibu hamil memiliki tenaga lebih untuk mengejan.
Seperti dikutip dari Modernmom.com, beberapa penelitian bahkan mengklaim bahwa metode melahirkan dalam air juga bermanfaat bagi bayi yang akan dilahirkan.
Berdasar laporan Waterbirth Internasional, metode ini membutuhkan sebuah kolam bersalin khusus berisi air dengan suhu 95-100 derajat Fahrenheit. Sangat disarankan menghindari penggunaan bathtubs atau kolam anak kecil, karena sulit akan mempertahankan suhu yang tepat.
Berikut beberapa hal yang perlu Anda ketahui tentang water birth.
Manfaat
Melahirkan di dalam air membantu ibu hamil merasa lebih rileks sehingga dapat mengurangi rasa sakit saat persalinan. Dalam rendaman air, kulit akan memiliki elastisitas lebih besar, sehingga memperkecil risiko robek pada jalan lahir bayi.
Melahirkan dalam air juga bermanfaat untuk bayi. Medium air memudahkan transisi bayi dari rahim, berisi cairan ketuban, ke dunia luar. Pendukung teknik ini mengatakan bahwa persalinan dalam air tak berbahaya. Bayi akan bernapas dalam air, karena dia tidak akan mulai menggunakan paru-parunya sampai dia dibawa ke udara dalam 10 detik pertama setelah lahir.
Kelemahan
Sebuah penelitian mengungkap kekhawatiran bahwa medium air akan membuat tali pusat menjadi kusut atau terkompresi, sehingga bayi kemungkinan akanterengah-engah dan menghisap air ke dalam paru-paru mereka.
Studi tahun 2002 yang dipublikasikan dalam jurnal kesehatan Pediatrics juga menyimpulkan bahwa persalinan dalam air meningkatkan risiko bayi tenggelam.
Situs Live Science menambahkan bahwa kelahiran dalam air tidak direkomendasikan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists sebagai pilihan proses melahirkan yang layak. Persalinan dalam air dikhawatirkan memicu risiko pneumonia atau infeksi pada otak, dan serangan kekuarangan oksigen.
Risiko
Wanita dengan kondisi medis tertentu atau kehamilan rumit harus menghindari melakukan proses melahirkan di dalam air. Termasuk wanita dengan herpes, tekanan darah tinggi, wanita yang telah mengalami pendarahan tak terduga selama perjalanan kehamilan, wanita yang mengandung bayi kembar, dan ketika bayi dalam posisi sungsang. Melahirkan di dalam air juga tidak direkomendasikan untuk wanita yang masuk ke persalinan prematur. (pet)

Sumber : http://id.news.yahoo.com/viva/20100512/tls-plus-minus-melahirkan-dalam-air-34dae5e.html

Lima Tipe Wanita Bukan Pilihan Pria

By Petti Lubis, Mutia Nugraheni - Selasa, 11 Mei
VIVAnews - Dalam memilih pasangan, pria juga pilih-pilih seperti wanita. Mereka juga menjauhi wanita tipe tertentu, dan sebisa mungkin tidak akan menjadikan kriteria wanita ini sebagai pasangan mereka.
Sebuah situs psikologi, psico.it kemudian membuat survei tipe wanita yang dijauhi pria. Survei tersebut dilakukan pada 4.000 pria di Eropa. Berikut lima tipe wanita yang dijauhi pria, seperti dikutip dari Genius Beauty. Semoga Anda tidak termasuk didalamnya.
1.       Wanita yang tidak bahagia (mood selalu buruk, tidak pernah puas dengan apa yang dicapai, selalu mengeluh dan berpikiran negatif)
2.        Wanita terobsesi dengan berat badan ideal (wanita yang selalu diet dan berpikir berbagai cara untuk menurunkan berat badan)
3.        Wanita terobsesi pada karier (wanita yang lebih mengutamakan karir dibandingkan keluarga)
4.       Wanita yang tidak menghormati orangtua pasangan (wanita yang berusaha menjauhi pasangan dari orangtuanya, serta tidak menunjukkan rasa hormat)
5.       Wanita dominan (selalu mengintervensi dan mengatur pasangannya dalam segala hal)
Sumber : http://id.news.yahoo.com/viva/20100510/tls-lima-tipe-wanita-bukan-pilihan-pria-34dae5e.html

DETEKSI DINI TERHADAP ANAK-ANAK BERBAKAT

Oleh Admin BruderFIC

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan antara lain bahwa "warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus" (Pasal 5, ayat 4). Di samping itu juga dikatakan bahwa "setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya" (pasal 12, ayat 1b). Hal ini pasti merupakan berita yan gmenggembirakan bagi warga negara yang memiliki bakat khusus dan tingkat kecerdasan yang istimewa untuk mendapat pelayanan pendidikan sebaik-baiknya.
Banyak referensi menyebutkan bahwa di dunia ini sekitar 10 – 15% anak berbakat dalam pengertian memiliki kecerdasan atau kelebihan yang luar biasa jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Kelebihan-kelebihan mereka bisa nampak dalam salah satu atau lebih tanda-tanda berikut:
Kemampuan inteligensi umum yang sangat tinggi, biasanya ditunjukkan dengan perolehan tes inteligensi yang sangat tinggi, misal IQ diatas 120.
Bakat istimewa dalam bidang tertentu, misalnya bidan gbahasa, matematika, seni, dan lain-lain. Hal ini biasanya ditunjukkan dengan prestasi istimewa dalam bidang-bidang tersebut.
Kreativitas yang tinggi dalam berpikir, yaitu kemampuan untuk menemukan ide-ide baru.
Kemampuan memimpin yan gmenonjol, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan harapan kelompok.
Prestasi-prestasi istimewa dalam bidang seni atau bidang lain, misalnya seni musik, drama, tari, lukis, dan lain-lain.
Pada zaman modern ini orang tua semakin sadar bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak bisa ditawar-tawar. Oleh sebab itu tidak mengherankan pula bahwa semakin banyak orang tua yang merasa perlu cepat-cepat memasukkan anaknya ke sekolah sejak usia dini. Mereka sangat berharap agar anak-anak mereka "cepat menjadi pandai." Sementara itu banyak orang tua yang menjadi panik dan was-was jika melihat adanya gejala-gejala atau perilaku-perilaku anaknya yang berbeda dari anak seusianya. Misalnya saja ada anak berumur tiga tahun sudah dapat membaca lancar seperti layaknya anak usia tujuh tahun; atau ada anak yang baru berumur lima tahun tetapi cara berpikirnya seperti orang dewasa, dan lain-lain. Dapat terjadi bahwa gejala-gejala dan "perilaku aneh" dari anak itu merupakan tanda bahwa anak memiliki kemampuan istimewa. Maka dari itu kiranya perlu para guru dan orang tua bisa mendeteksi sejak dini tanda-tanda adanya kemampuan istimewa pada anak agar anak-anak yang memiliki bakat dan kemampuan isitimewa seperti itu dapat diberi pelayanan pendidikan yang memadai.

Tanda-tanda Umum Anak Berbakat
Sejak usia dini sudah dapat dilihat adanya kemungkinan anak memiliki bakat yang istimewa. Sebagai contoh ada anak yang baru berumur dua tahun tetapi lebih suka memilih alat-alat mainan untuk anak berumur 6-7 tahun; atau anak usia tiga tahun tetapi sudah mampu membaca buku-buku yang diperuntukkan bagi anak usia 7-8 tahun. Mereka akan sangat senang jika mendapat pelayanan seperti yang mereka harapkan.
Anak yang memiliki bakat istimewa sering kali memiliki tahap perkembangan yang tidak serentak. Ia dapat hidup dalam berbagai usia perkembangan, misalnya: anak berusia tiga tahun, kalau sedang bermain seperti anak seusianya, tetapi kalau membaca seperti anak berusia 10 tahun, kalau mengerjakan matematika seperti anak usia 12 tahun, dan kalau berbicara seperti anak berusia lima tahun. Yang perlu dipahami adalah bahwa anak berbakat umumnya tidak hanya belajar lebih cepat, tetapi juga sering menggunakan cara yang berbeda dari teman-teman seusianya. Hal ini tidak jarang membuat guru di sekolah mengalamai kesulitan, bahkan sering merasa terganggu dengan anak-anak seperti itu. Di samping itu anak berbakat istimewa biasanya memiliki kemampuan menerima informasi dalam jumlah yang besar sekaligus. Jika ia hanya mendapat sedikit informasi maka ia akan cepat menjadi "kehausan" akan informasi.
Di kelas-kelas Taman Kanak-Kanak atau Sekolah Dasar anak-anak berbakat sering tidak menunjukkan prestasi yang menonjol. Sebaliknya justru menunjukkan perilaku yang kurang menyenangkan, misalnya: tulsiannya tidak teratur, mudah bosan dengan cara guru mengajar, terlalu cepat menyelesaikan tugas tetapi kurang teliti, dan sebagainya. Yang menjadi minat dan perhatiannya kadang-kadang justru hal-hal yan gtidak diajarkan di kelas. Tulisan anak berbakat sering kurang teratur karena ada perbedaan perkembangan antara perkembangan kognitif (pemahaman, pikiran) dan perkembangan motorik, dalam hal ini gerakan tangan dan jari untuk menulis. Perkembangan pikirannya jauh ebih cepat daripada perkembangan motoriknya. Demikian juga seringkali ada perbedaan antara perkembangan kognitif dan perkembangan bahasanya, sehingga dia menjadi berbicara agak gagap karena pikirannya lebih cepat daripada alat-alat bicara di mulutnya.

Pelayanan bagi Anak Berbakat
Mengingat bahwa anak berbakat memiliki kemampuan dan minat yang amat berbeda dari anak-anak sebayanya, maka agak sulit jika anak berbakat dimasukkan pada sekolah tradisional, bercampur dengan anak-anak lainnya. Di kelas-kelas seperti itu akan terjadi dua kerugian, yaitu: (1) anak berbakat akan frustrasi karena tidak mendapat pelayanan yang dibutuhkan, dan (2) guru dan teman-teman kelasnya akan bisa sangat terganggu oleh perilaku anak berbakat tadi.

Beberapa kemungkinan pelayanan anak berbakat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Menyelenggarakan program akselerasi khusus untuk anak-anak berbakat. Program akselerasi dapat dilakukan dengan cara "lompat kelas", artinya anak dari Taman Kanak-Kanak misalnya tidak harus melalui kelas I Sekolah Dasar, tetapi misalnya langsung ke kelas II, atau bahkan ke kelas III Sekolah Dasar. Demikian juga dari kelas III Sekolah Dasar bisa saja langsung ke kelas V jika memang anaknya sudah matang untuk menempuhnya. Jadi program akselerasi dapat dilakukan untuk: (1) seluruh mata pelajaran, atau disebut akselerasi kelas, ataupun (2) akselerasi untuk beberapa mata pelajaran saja. Dalam program akselerasi untuk seluruh mata pelajaran berarti anak tidak perlu menempuh kelas secara berturutan, tetapi dapat melompati kelas tertentu, misalnya anak kelas I Sekolah Dasar langsung naik ke kelas III. Dapat juga program akselerasi hanya diberlakukan untuk mata pelajaran yang luar biasa saja. Misalnya saja anak kelas I Sekolah Dasar yang berbakat istimewa dalam bidang matematika, maka ia diperkenankan menempuh pelajaran matematika di kelas III, tetapi pelajaran lain tetap di kelas I. Demikian juga kalau ada anak kelas II Sekolah Dasar yang sangat maju dalam bidang bahasa Inggris, ia boleh mengikuti pelajaran bahasa Inggris di kelas V atau VI.

2) Home-schooling (pendidikan non formal di luar sekolah). Jika sekolah keberatan dengan pelayanan anak berbakat menggunakan model akselerasi kelas atau akselerasi mata pelajaran, maka cara lain yang dapat ditempuh adalah memberikan pendidikan tambahan di rumah/di luar sekolah, yang sering disebut home-schooling. Dalam home-schooling orang tua atau tenaga ahli yang ditunjuk bisa membuat program khusus yang sesuai dengan bakat istimewa anak yang bersangkutan. Pada suatu ketika jika anak sudah siap kembali ke sekolah, maka ia bisa saja dikembalikan ke sekolah pada kelas tertentu yang cocok dengan tingkat perkembangannya.

3) Menyelenggarakan kelas-kelas tradisional dengan pendekatan individual. Dalam model ini biasanya jumlah anak per kelas harus sangat terbatas sehingga perhatian guru terhadap perbedaan individual masih bisa cukup memadai, misalnya maksimum 20 anak. Masing-masing anak didorong untuk belajar menurut ritmenya masing-masing. Anak yang sudah sangat maju diberi tugas dan materi yang lebih banyak dan lebih mendalam daripada anak lainnya; sebaliknya anak yang agak lamban diberi materi dan tugas yang sesuai dengan tingkat perkembangannya. Demikian pula guru harus siap dengan berbagai bahan yang mungkin akan dipilih oleh anak untuk dipelajari. Guru dalam hal ini menjadi sangat sibuk dengan memberikan perhatian individual kepada anak yang berbeda-beda tingkat perkembangan dan ritme belajarnya.

4) Membangun kelas khusus untuk anak berbakat. Dalam hal ini anak-anak yang memiliki bakat/kemampuan yang kurang lebih sama dikumpulkan dan diberi pendidikan khusus yang berbeda dari kelas-kelas tradisional bagi anak-anak seusianya. Kelas seperti ini pun harus merupakan kelas kecil di mana pendekatan individual lebih diutamakan daripada pendekatan klasikal. Kelas khusus anak berbakat harus memiliki kurikulum khusus yang dirancang tersendiri sesuai dengan kebutuhan anak-anak berbakat. Sistem evaluasi dan pembelajarannyapun harus dibuat yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Pergaulan Anak Berbakat
Anak berbakat seringkali lebih suka bergaul dengan anak-anak yang lebih tua dari segi usia, khususnya mereka yang memiliki keunggulan dalam bidang yang diminati. Misalnya saja ada anak kelas II Sekolah Dasar yang sangat suka bermain catur dengan orang-orang dewasa, karena jika ia bermain dengan teman sebayanya rasanya kurang berimbang. Dalam hal ini para orang tua dan guru harus memakluminya dan membiarkannya sejauh itu tidak merugikan perkembangan yang lain.
Di dalam keluarga pun oran gtua hendaknya mencarikan teman yang cocok bagi anak-anak berbakat sehingga ia tidak merasa kesepian dalam hidupnya. Jika ia tidak mendapat teman yang cocok, maka tidak jarang orang tua dan keluarga, menjadi teman pergaulan mereka. Umumnya anak berbakat lebih suka bertanya jawab hal-hal yang mendalam daripada hal-hal yang kecil dan remeh. Kesanggupan orang tua dan keluarga untuk bergaul dengan anak berbakat akan sangat membantu perkembangan dirinya.

Sumber : http://www.bruderfic.or.id/h-63/deteksi-dini-terhadap-anak-anak-berbakat.html




Dampak Sosial dan Dampak Pendidikan Anak ABK (Anak Berkebutuhan Khusus)

Oleh: Yossy Srianita, Praktisi dan Pemerhati Pendidikan PAUD. Konsultan di Sekolah Alam dan Sains Aljannah Islamic Fullday School Cibubur, Jakarta

Pendidikan yang bermutu mampu memberi konstribusi untuk anak-anak berkebutuhan khusus dalam mendapatkan layanan pendidikan yang layak seperti anak-anak typical pada umumnya. Secara nasional maupun internasioanl, saat ini pemerintahan sudah membuat aturan dan perundangan-undangan tentang Anak Berkebutuhan khusus, untuk mendapatkan hak pendidikan yang sama dengan anak-anak diseluruh dunia. Tentu saja dalam memberikan pelayanan, perawatan dan pendidikan ABK tidaklah semudah yang dibayangkan. Hal ini memerlukan keterlibatan, keluarga sebagai pusat pelayanan anak, guru, tenaga kependidikan dan professional. Bermula dari lingkungan keluarga, anak-anak berkebutuhan khusus tentu mendapatkan perhatian lebih. Pertanyaan kita, apakah keluarga cukup mampu berperan secara optimal dalam memenuhi kebutuhan ABK. Salah satu contoh kebutuhan khusus AUTIS. Sebelum masuk ke wilayah treatment diluar keluarga, ABK “jenis apapun” tentunya mengalami dampak psiko-sosial dan dampak pendidikan baik dampak negative maupun positif dari kekhususan ini, seperti :

DAMPAK SOSIAL
Dampak negative
Kelemahan pada factor psikologis, beberapa orangtua dari ABK ini mengalami ketidaknyamanan secara social baik dilingkup keluarga besar maupun dalam masyarakat, antara lain :
Ada rasa malu/tidak PD bila membawa anak mereka ke lingkungan keluarga besar atau masyarakat seperti dilingkungan tetangga, sering terjadi apabila ada pertemuan keluarga mereka memilih tidak tidak hadir. Sehingga dampaknya pada anak tidak membangun hubungan social dengan oranglain selain keluarga inti.
Merasa anak ABK memiliki kekurangan, sehingga tidak yakin lingkungan akan menerima anak ini, dampaknya pada anak tidak memiliki pengalaman berada dilingkungan yang berbeda (kurang stimulus social), semakin menghambat potensi anak untuk mengembangkan kemampuan interaksi sosial sesuai tahap perkembangannya. Walaupun kita tahu secara umum ABK mengalami kesulitan bersosialisasi. Dengan fakta ini akan lebih menghambat kemampuan interaksi sosialnya.
Orangtua merasa enggan untuk memasukkan anak ke sekolah karena beberapa pertimbangan : malu, keuangan yang minim karena mahalnya biaya pendidikan, minimnya pengetahuan dan pengalaman orangtua tentang sekolah inklusi, masih sedikit sekolah regular yang menerima ABK karena kendala operasinal.

Dampak positive
Anak berkebutuhan Khusus sama dengan  anak-anak pada umumnya, mereka mendapatkan hak yang sama dalam layanan pendidikan. Dengan adanya anak-anak dengan ABK lahir ke dunia ini dampak positive  adalah :
Membelajarkan manusia dewasa dan anak-anak bagaimana hidup berdampingan secara social dengan anak berkebutuhan khusus, membelajarkan keluarga bagaiamana memperlakukan ABK, membelajarkan guru, lingkungan masyarakat dalam berinteraksi social dan menerima ABK secara wajar. Belajar sikap-sikap social yang positif seperti : kasih sayang, menghargai, menolong, empati, berbagi, sehingga lingkungan yang kondusif ini akan sangat membantu perkembangan anak ABK, apapun jenisnya. Oleh karena itu kita harus membangun persepsi diseluruh dimensi yang terlibat dalam pendidikan, bahwa yang harus kita lakukan adalah mensosialisasikan pada masyarakat bahwa ABK merupakan sumber belajar nilai-nilai social positif yang amat sangat berarti dilingkungan.

DAMPAK PENDIDIKAN
Dampak negative
Operasional pendidikan ABK dengan biaya tinggi, berdampak pada keluarga yang tidak mampu sehingga tidak dapat menikmati layanan pendidikan yang layak dan tepat. Hanya orang-orang tertentu yang mendapatkan pelayanan pendidikan ABK ini, sementara aturan dan perundang-undangan memberikan hak pendidikan untuk setiap anak termasuk ABK.
Terlihat juga disini dampak aturan dan perundang-undangan tersebut terhadap  layanan pendidikan ABK, jika belum ada solusi atau gambaran yang jelas tentang operasional pendidikan untuk sekolah-sekolah tentang penyelenggaraan pendidikan ABK atau disebut SEKOLAH INKLUSI. Tidak semua sekolah di Indonesia mampu menyelenggarakan operasional pendidikan sekolah Inklusi, sebab kita tahu banyak hal yang harus disiapkan untuk seperti : alat, media, perlengkapan, sarana prasarana, terapi dan tenaga professional untuk memberikan layanan pendidikan yang berkualitas.
Kurangnya sosialisasi tentang layanan pendidikan inklusi pada masyarakat, berdampak pada harapan orangtua ABK, agar anak mereka dapat sembuh setelah mendapatkan pendidikan dan memiliki kemampuan seperti anak-anak typical lainnya. Sehingga dampaknya adalah memaksakan anak ABK untuk mencapai target-target tertentu terutama secara akademik. Hal ini terlihat dari tuntutan orangtua murid ABK pada sekolah-sekolah regular atau sekolah inklusi. Banyak terjadi di lapangan, tuntutan orangtua yang berlebihan, misalnya di PAUD : “setelah anak saya selesai di kelompok A, saya mau dia bisa di kelompok B karena saya mau tahun depan umurnya 7 tahun anak saya sudah di sekolah dasar”. Kasus ini banyak sekali terjadi sehingga orangtua tidak lagi menyadari sebenarnya kebutuhan anak mereka. Tentu ini berdampak pada anak. Dampak pendidikan pada ABK tidak lagi mempertimbangkan perkembangan anak dan kebutuhan khusus mereka.

Dampak Positive
Dampak pada pendidikan dengan terlahirnya anak-anak berkebutuhan khusus,  tentu memungkinkan lahir ide-ide baru, untuk pelaksanaan pembelajaran di sekolah-sekolah regular dan melahirkan sekolah inklusi. Sebab keadaan saat ini sudah menjadi sorotan tajam dalam dunia pendidikan. Misalnya munculnya alat, media, sumber belajar untuk memberikan treatment yang  tepat pada ABK kebutuhannya. Seperti : alat permainan untuk terapi motorik anak autis.
Mau tidak mau, dampak positivenya akan melahirkan sekolah-sekolah inklusi mulai dari yang sangat sederhana atau regular sampai sekolah inklusi dengan program berkualitas dan biaya opeasional yang tinggi. Tentu dengan berkembangnya pengetahuan masyarakat tentang ABK dan sekolah inklusi, maka semakin meningkat pula minat masyarakat untuk memberikan layanan pendidikan ABK yang berkualitas untuk anak-anak mereka. Dengan demikian maka diharapkan pemerintah sebagai pembuat kebijakan dapat memfasilitasi sekolah-sekolah inklusi dengan pembekalan keilmuan pada guru, orangtua dan tenaga kependidikan yang nantinya diharapkan  mampu memberdayakan ABK setelah mereka mendapatkan layanan pendidikan berkualitas. Pembekalan pengetahuan dan penyediaan sarana dan prasarana pendukung pembelajaran ABK.
Guru dapat melakukan beragam  cara untuk mengeleminasi dampak negative dan mempromosikan dampak positive. Dapat dilakukan dengan perubahan berorientasi keluarga,  yaitu memandang keluarga sebagai pelaksana penting dalam upaya membantu anak, dan tenaga professional harus bekerja bersama keluarga serta memunculkan konsep tersebut dalam literature akademik. Hal ini merupakan  pengakuan bahwa perlakuan dapat berdampak terhadap perkembangan dan kompetensi anak jika pengaruh pihak-pihak lain dalam lingkungan anak secara aktif berpartisipasi dalam upaya memanfaatkan dan mengembangkan keterampilan anak melalui aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keterampilan tersebut, antara lain :

Pemberdayaan (empowering)
Memberikan bantuan kepada keluarga bagaimana mengenali ABK melalui kegiatan pembekalan pengetahuan dan identifikasi awal anak melalui tes kesehatan terpadu dan kontiniu dengan  kerjasama pihak-pihak terkait, seperti medis, terutama puskesmas sebagai pusat layanan kesehatan yang mudah terjangkau oleh seluruh kalangan masyarakat, sehingga keluarga tidak lagi khawatir dengan kendala pembiayaan pada saat dilakukan intervensi fisik anak.  Pihak-pihak terkait lainnya mungkin PLB, membekali dasar-dasar identifikasi ABK pada keluarga. Dengan pemberdayaan keluarga ini dapat mengembangkan sendiri, menentukan dengan rasa percaya diri dan kemampuan untuk bertindak dalam kehidupannya sendiri. Artinya kita benar-benar memberdayakan keluarga untuk mampu memberikan pelayanan dalam bentuk aktivitas dan rutinitas di lingkungan rumah.

Pemupukan (enabling)
Menciptakan kesempatan untuk keluarga mendapatkan sumber-sumber kekuatan sendiri, membangun sumber-sumber tersebut untuk dapat memenuhi kebutuhan anaknya. Ini dapat dilakukan dengan  membuat kumpulan atau organisasi orangtua, guru dan professional. Memungkinkan organisasi ini merancang aktifitas social seperti : menggalang dana untuk penyediaan sarana dan prasarana terapi di sebuah sekolah, atau menyelenggarakan event untuk pembekalan untuk guru-guru seperti : seminar tentang ABK, pameran hasil karya anak dan talkshow penampilan bakat anak dan lain-lain. Hal diharapkan mampu memberi kepercayaan pada masyarakat bahwa keluarga dapat memenuhi kebutuhan anaknya dengan berbagai cara bermakna dan menghasilkan untuk kelangsungan layanan pendidikan pada anak-anak ABK.

Kemitraan (partisipasi)
Sudah pasti program ini kerjasama dengan berbagai pihak terkait (pemerintahan, professional, guru dan orangtua untuk membangun sikap positif terhadap bekerjasama secara aktif untuk meningkatkan hasil, bagi anak maupun keluarga, melebihi apa yang dapat di capai dalam bentuk perlakuan.
Berdasarkan uraian dari dampak yang muncul dengan lahirnya anak-anak kita yang special, akan semakin membangun motivasi kita secara psiko-sosial dan pendidikan. Ini semua sudah menjadi ketentuan Allah sang Kholiq, dengan segala kelebihan yang mereka miliki. Sebagai orang dewasa yang berada dilingkungan mereka, tentu menjadi fasilitator dan motivator untuk membangun dan mengembangkan potensi yang mereka miliki. Tidak ada satupun anak dilahirkan ke dunia tanpa memiliki potensi. Kepada semua pihak yang terlibat dalam pendidikan terutama orangtua dan keluarga sebagai pendidik utama selayaknya berbangga hati, menggali dan menemukan potensi-potensi dan kekayaan yang dimiliki anak-anak manapun, termasuk ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Penerimaan dan treatment yang kita berikan pada  semua anak-anak kita dengan segala kelebihan /fitrah yang dibawanya sejak lahir akan  membantunya untuk berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Menggali potensi itu dengan berbagai stimulasi  yang sesuai, misal : terapi dan memasukkan ke sekolah-sekolah regular atau sekolah inklusi, melayani dengan penuh cinta dan sabar, dan yang terpenting melayani dengan paham dan membantu anak-anak kita menjadi pribadi yang siap layan diri. Suatu hari anak-anak  hidup pada zaman yang berbeda dengan kita, dan mungkin kita sudah tidak bisa mendampingi mereka lagi maka berbuatlah dari sekarang juga untuk anak-anak kita. Pentingnya kekuatan do’a dibalik semua usaha untuk itu. Sukses selalu untuk kita semua para pendidik.

Sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2010/04/14/dampak-social-dan-dampak-pendidikan-anak-abk-anak-berkebutuhan-khususnya/




Penyandang Tuna Grahita Itu Raih Emas di Amerika

BEGITU mendengar keterangan soal anaknya Chahyo Estiadi Budi Syahputro dari tetangga yang mengunjunginya, napas Ibu Esti seakan tertahan. Radang usus yang sudah tak dipikirkannya lagi membuatnya mengerang perih. Tak terasa sudah hampir 2 bulan ia terbaring di rumah sakit. Namun ia tidak bisa berbuat banyak untuk anaknya.
"Chahyo hampir setiap hari jatuh dari tempat tidur sejak ibu dirawat," kata tetangga itu sebagaimana dikenang Esti.
Esti, ibu Chahyo, dirawat  selama 2 bulan di rumah sakit karena radang usus. Sepanjang waktu itu, Chahyo yang dijaga oleh pengasuh hampir setiap hari jatuh dari tempat tidur. Umur Chahyo, yang lahir di Jakarta 17 November 1987, saat itu berumur 1,5 tahun.
Koma 3 Hari
"Saya tidak melihat ada perubahan dalam diri Chahyo sejak dari terakhir ia jatuh. Namun 6 bulan kemudian mulai kelihatan sebenarnya apa yang terjadi pada anak saya," tutur Esti yang tinggal di Kecamatan Keramat Jati ini.
Esti mengenang, pada 23 Desember, saat mentari beranjak mendekati titik puncak, tiba-tiba Chahyo kejang-kejang di dalam bus. Saat itu mereka dalam perjalanan ke Gelael untuk belanja setelah Esti mendapatkan voucher.
Seketika itu juga anak malang tersebut di antar ke Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia, Jakarta Timur. Chahyo langsung koma selama 3 hari. Selama perawatan 2 bulan Chahyo sempat diambil cairan sumsum tulang belakangnya untuk diperiksa. Menurut dokter, Chahyo mengalami radang otak yang diakibatkan benturan kepala Chahyo ke lantai, saat jatuh dari tempat tidur. Dan itu terjadi hampir setiap hari selama 2 bulan.
Lepas dari masa kritis, perkembangan Chahyo mulai terlihat berbeda dengan anak-anak seusianya. Chahyo mengalami kelumpuhan sementara, sehingga baru pada umur 2,5 tahun ia bisa berjalan. Sebelumnya, ia selalu menyeret kakinya jika berjalan. Selain itu, Chahyo juga cadel ketika berbicara dan sulit menangkap jika diajak berkomunikasi
Sekalipun demikian Chahyo yang dikenal periang dan ramah ini tetap menapaki jalur akademis. 2 tahun dihabiskannya di TK Respatih Keramat Jati. Lalu ia melanjutkan ke SD 010 di Batu Ampar, tetapi hanya sampai kelas 2 SD. Maklumlah Intelligence Quotient-nya (IQ) hanya 70. "Anak saya tidak bisa mengikuti pelajaran. Oleh karena itu saya pindahkan dia ke SLB (Sekolah Luar Biasa) Budi Daya Cijantung," kata Esti.
Menurut psikolog, IQ di bawah 70 membuat seseorang lamban dalam berpikir dan belajar serta mengalami kesulitan dalam berbicara. Kepada mereka ini tidak lagi dikatakan mental retardation (cacat mental) karena dinilai akan semakin merendahkannya, tetapi mereka memiliki keterbatasan intelektual atau intellectual disabilities.

Raih Emas
Di SLB, Chahyo seakan menemukan habitatnya yang kondusif. Di antara teman-teman SLB, Chahyo menjadi idola terutama di kalangan kaum hawa. "Iya benar…saya menjadi idola dan banyak ceweknya," kata Chahyo membenarkan sambil tersipu malu.
"Sampai-sampai ada beberapa cewek yang mengidolakan Chahyo mentransfer pulsa untuknya," kata Esti bangga.
Kharisma yang terpancar dari Chahyo itu semakin nyata ketika dia menunjukkan kemampuannya dalam bidang olah raga, khususnya tenis meja. Catatan prestasi Chahyo dalam bidang ini terus terukir, di antaranya juara I tenis meja perseorangan pada Pekan Olah Raga Tunagrahita Nasional tahun 2006 dan juara III dalam Pekan Olah Raga Tunagrahita Daerah DKI setahun kemudian.
Chahyo yang mulai direkrut Special Olympics Indonesia (SOIna) sejak kelas 5 SD dinyatakan lulus seleksi oleh untuk mengikuti lomba snowshoeing (lari di atas salju) dalam rangka olimpiade musim dingin tunagrahita internasional 2009 di Idaho Amerika Serikat yang berlangsung pada 7-13 Februari 2009. Olimpiade yang mempertandingkan 7 cabang ini diikuti kira-kira 2.500 atlet tunagrahita dari lebih 100 negara. SOIna sendiri mengirimkan 3 altet yang satu di antaranya adalah Chahyo.
Pada pertandingan tersebut Chahyo mendapatkan emas untuk nomor 100 m dan perunggu nomor 200 m. Sedangkan 2 atlet yang lain: Abdul Hadi (24) yang mendapat emas pada nomor 400 m dan Johannes Nugorho Kurniawan (36) yang mendapat perunggu untuk nomor 50 m dan ribbon untuk nomor 25 m.
Punya Pacar
Dalam kehidupan sehari-hari, penyandang tunagrahita kerap dipandang sebelah mata. Dari fisik saja mungkin tidak banyak yang tertarik, apalagi mau mengenal lebih jauh. Selain itu, dari penyandang tunagrahita sendiri mungkin masih dikungkung oleh harga diri rendah.
"Ini tidak terjadi pada Chahyo. Dia itu orangnya mau maju dan mau berguna bagi banyak orang sekalipun memiliki keterbatasan," tutur Esti.
Setelah lulus dari SMA di SLB Budi Daya, Chahyo kursus otomotif selama 3 bulan. Setelah itu, Chahyo bekerja selama sebulan sebagai waitress di Taman Hek Restoran Kramat Jati. Bulan berikutnya, ia bekerja di pabrik tissue Condet sebagai pengepak selama sebulan. Yang menarik, Chahyo saat ini tercatat sebagai mahasiswa Universitas Indonesia Fakultas Politeknik jurusan Mesin semester 1.
"Sejuah ini saya, alhamdullilah, dapat mengikuti kuliah. Saya mulai tertarik dengan mesin setelah melihat kakak saya Fidi yang membuka bengkel motor di rumah," kata Chahyo.
Chahyo bisa meraih pencapaian sejauh ini berkat dukungan dari penuh keluarganya: kedua orangtua dan 4 saudaranya. "Dia sangat istimewa dalam keluarga. Kami lindungi dan terus memberi semangat padanya," kata Esti.
"Kami, saudara-saudaranya, sering bercanda dengan dia. Kami pun siap membantu dan mendengar segala ungkapan hatinya, entah itu soal aktivitasnya, pengaduannya ketika diomongin orang lain di belakang sampai soal ketertarikannya pada cewek," tutur Fidi.
Chahyo yang mengaku telah punya pacar kelas 2 SMA di sekolah biasa ini bertekat untuk terus berlatih dan berlatih. Harapannya prestasi demi prestasi dapat terus diukirnya pada waktu-waktu mendatang. "Selain itu, saya sebenarnya bercita-cita mau menjadi polisi," harap Chahyo.
Ada banyak orang yang memiliki keterbatasan, tetapi ternyata hanya sedikit saja yang secara positif mengasah dan mengembangkan potensi yang ada dalam keterbatasannya itu. Chahyo adalah salah satu dari sedikit orang tersebut.

Sumber :http://kesehatan.kompas.com/read/2009/02/18/22095874/Penyandang.Tuna.Grahita.Itu.Raih.Emas.di.Amerika