ANAK yang memiliki keterbelakangan mental atau down syndrome seharusnya diperlakukan sama dengan anak normal lainnya. Jika diberi kesempatan, mereka bisa percaya diri dan berprestasi.
Aryanti Rosihan Yacub mungkin tidak menyangka bahwa anak bungsunya yang kini berusia 20 tahun, Michael Rosihan Yacub, menderita down syndrome. Padahal, saat lahir dia tampak sehat dan normal seperti anak-anak lainnya. Kedatangannya ke dunia pun disambut dengan sukacita seluruh keluarga.
Namun, kelainan itu mulai tampak saat Michael beranjak usia satu tahun. Dokter memvonis bahwa Michael menderita down syndrome. Bak petir di siang bolong, tentu saja Aryanti kaget. ”Dia termasuk down syndrome ringan, jadi tidak terlihat secara kasatmata selama satu tahun itu,” ceritanya.
Apalagi, Michael juga tidak menderita kelainan tubuh apa pun yang biasanya menyertai anak dengan kelebihan kromosom ini. Seperti kelainan jantung, usus, dan lainnya. Seperti ibu-ibu lainnya yang anaknya menderita kelainan, Aryanti sempat terpukul dengan kenyataan pahit yang menghinggapi anaknya itu.
Dia tentu saja terus memikirkan masa depan buah hatinya itu. Terlebih pandangan sinis, cemoohan, dan olokan dari orang-orang sekitar saat bertemu Michael, yang membuat hatinya makin miris. ”Makin sakit saat banyak yang menghindar saat berpapasan dengan Michael. Dipikirnya saya bawa anak yang memiliki penyakit yang menular,” ucap Aryanti.
Karena itu, dia tidak heran banyak orangtua yang justru mengucilkan dan menjauhkan anak down syndrome dari lingkungannya karena takut malu. Namun, lambat laun dengan dukungan dan motivasi dari keluarga dan teman terdekat, Aryanti mulai bangkit. Dia tidak mau kesedihannya itu malah menjadi batu sandungan buat anaknya untuk maju dan berkembang. ”Ini sudah jalannya Tuhan. Jadi, saya bersyukur saja dan terus mendukung anak saya,” katanya.
Bahkan, Aryanti malah bertambah cinta dan kasih sayang kepada anaknya itu. Dia merasa Tuhan selalu memberikan umatnya sesuatu yang indah. Kalaupun satu keluarga diberi anak dengan mental terbelakang, berarti keluarga tersebut merupakan pilihan Tuhan yang terbaik untuk mengasuh anak tersebut.
”Jangan terbuai lama-lama dengan kesedihan. Tabahkan hati, lihat ke depan, karena anak ini perlu segera dibantu. Jalannya memang panjang, tetapi tetap konsisten bahwa mereka pasti bisa. Mereka juga bernilai bagi keluarga dan bangsa,” tegasnya.
Dedikasi dia terhadap penyandang down syndrome pun disalurkan dengan mendirikan Ikatan Sindroma Down Indonesia (ISDI) pada
”Kita angkat harkat dan martabat mereka sebagai bagian dari masyarakat
Orangtua, kata dia, merupakan faktor penting agar para anak dengan keterbelakangan mental ini bisa terus maju dan berkembang. Kenyataannya, mereka dapat menghasilkan prestasi terbaik di bidang seni, keterampilan, ataupun olahraga juga. ”Walaupun kendalanya banyak. Namun, jangan dijadikan momok. Buktinya mereka ada yang menang olimpiade,” ungkap Aryanti.
Melly Kiong, seorang pemerhati anak dan pendiri Rumah Moral, mengatakan jangan lagi menyebut anak down syndrome dengan sampah masyarakat. Mereka, lanjut dia, dapat menjadi ”mutiara bangsa” jika kita dapat mengasah dan membinanya dengan baik.
”Mereka tidak seburuk dugaan orang. Kita ingin mengajak peran semua orang, baik orangtuanya maupun guru sebagai pendidik mereka, juga lingkungan agar melibatkan dan mengajari mereka ‘memancing’, bukan memberikan ‘ikan’,” katanya.
Artinya, saat di rumah, ajari anak sikap-sikap yang menunjukkan kemandirian. Bebaskan dan lepaskan dia melakukan hal apa pun, namun tetap dengan pengawasan penuh. ”Biarkan mereka mandi sendiri, makan sendiri, ajarkan memasak, dan hal-hal sederhana lainnya yang berguna buat kehidupannya kelak,” ujar Melly, yang juga penulis buku ”Cara Kreatif Mendidik Anak” ini.
Di Rumah Moral dan ISDI, anak-anak yang disebut Melly sebagai anak berkebutuhan khusus ini dilatih keterampilan dengan membuat kerajinan tangan atau mainan yang nantinya dijual ke masyarakat umum. Hasil penjualan dapat digunakan untuk membeli keperluan mereka sendiri.
”Waktu itu mereka buat jepit rambut dan laku 200.000 buah. Hasilnya, mereka bisa membeli 10 sepeda. Ini
”Ini penanaman mental berjuang yang sangat luar biasa buat anak-anak normal dan orang lainnya untuk tetap semangat mengejar cita-cita, karena sekarang banyak yang merasa itu mulai luntur,” tandas Melly.
Sumber : http://lifestyle.okezone.com/read/2010/03/03/196/308604/asah-kreativitas-anak-down-syndrome
Tidak ada komentar:
Posting Komentar